Saturday, October 22, 2016

KONSEP FLAMING DAN ANALISA KASUS

PSIKOLOGI DAN TEKNOLOGI INTERNET
(SOFTSKILL)


MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Psikologi dan Teknologi Internet

Dosen : Quroyzhin Kartika Rini


Oleh:
Kelompok 2

Kelas 2PA08


1.      Alicia Amanda Putri                                  10515535
2.      Arnindya Apriliana Nimara                       11515041
3.      Irfan Hadi Susanto                                     13515426
4.      Reza Febriandi                                           15515827
5.      Shaskia Dwi Lestari                                   16515524
6.      Winda Nurmala Sari                                  17515166

UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS PSIKOLOGI
2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia yang tiada henti-hentinya sehingga penulis masih diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah Psikologi dan teknologi internet tentang “Menulis Laporan Ilmiah” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam kita senantiasa curahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat.
Dalam makalah ini, penyusun mencoba memaparkan mengenai Flamming yang mencakup konsep flamming, contoh kasus, analisis dan kesimpulan.
Makalah ini mungkin masih banyak kekurangan baik dari segi tulisan maupun materi. Untuk itu, saran dan kritik yang bersifat membangun senantiasa penyusun terima dengan hati terbuka. Semoga tulisan dari makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembacanya.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih kepada segenap rekan semua yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi kita semua.
                                                                                               

Depok, Oktober 2016
                                                                                                         
     
                                                                         Penyusun








               BAB 1
FLAMMING

A.     Konsep Flamming
- Pengertian Flamming adalah :
Merupakan tindakan provokasi, penghinaan, mengejek, atau komentar kasar yang menyinggung pengguna lain (orang lain).
Dalam buku undang-undang KUHP tentang penghinaan juga dijelaskan bahwa menghina yaitu menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Yang diserang itu biasanya akan merasa malu. Maksud penghinaan disini hanyalah mengenai kehormatan tentang nama baik, bukan kehormatan dalam lapangan seksuil.
Penghinaan itu ada 6 macam, yaitu;
1.      Menista (smaad) pasal 310 (1)
2.      Menista dengan surat (smaadshrift) pasal 310 (2)
3.      Memfitnah (laster) pasal 311
4.      Penghinaan ringan (eenvoudige belediging) pasal 315
5.      Mengadu secara memfitnah, pasal 317
6.      Tuduhan secara memfitnah, pasal 318

Sedangkan untuk provokasi sendiri ataupun menghasut orang lain maksudnya adalah mendorong, mengajak, membangkitkan atau membakar semangat orang untuk melakukan sesuatu. Dalam kata menghasut tersimpul sifat “dengan sengaja”. Menghasut itu lebih keras dari memikat atau membujuk yang tersebut dalam pasal 55 undang-unang KUHP, akan tetapi bukan bermaksud memaksa.
Cara menghasut orang itu beragam caranya, yaitu dengan cara yang langsung, seperti : “seranglah polisi yang tidak adil itu, bunuhlah dan ambillah senjatanya!” ditujukan untuk seorang pegawai polisi yang sedang melakukan pekerjaannya yang syah. Dapat pula secara tidak langsung, seperti : “lebih baik andaikan polisi yang tidak adil itu dapat diserang, dibunuh dan diambil senjatanya”. Mungkin juga dalam bentuk pertanyaan, seperti : “saudara-saudara, apakah polisi yang tidak adil ini harus kita biarkan saja? Apakah kita tidak akan menyerangnya atau membunuhnya?”.
Tindakan Flamming seperti menghina, menghasut, memprovokasi, memfitnah, atau menjelek-jelekkan seseorang atau golongan samasekali tidak bisa dibenarkan di Indonesia. Karena tindakan itu dapat merusak nama baik seseorang atau segolongan orang serta dapat menyakiti perasaan orang lain.

B.      Contoh Kasus Flamming
1)      Penghinaan terhadap Presiden
            JAKARTA – Kasus penghinaan atau bullying terhadap Joko Widodo (Jokowi) yang melibatkan seorang pemuda berinisial MA alias AA warga Ciracas, Jakarta Timur, masih diproses di Bareskrim Mabes Polri. MA terancam hukuman penjara 12 tahun karena dijerat pasal berlapis yakni KUHP dan undang-undang informasi dan transaksi elektronik (ITE).
Banyak pihak menyayangkan kasus ini sampai ke ranah pidana. Bahkan, Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna H Laoly yang juga politikus PDIP, menyayangkan sikap reaktif dari kepolisian tersebut.
Komentar dari pihak lain menyebut bahwa Jokowi seharusnya meniru Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang arif dalam menghadapi kritik bahkan penghinaan.  (Okezone News)

2)      Penghinaan terhadap presiden dan adat batak
TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Sumatera Utara kini sedang mengurus berkas pengaduan dari Aliansi Masyarakat Luat Pahae (AMLP) terhadap pemilik akun Facebook Nunik Wulandari II dan Andi Redani. Akun Nunik Wulandari II dilaporkan atas dugaan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo dan adat  Batak.

“Laporannya sekarang sedang berada di Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Utara,” ujar humas Polda Sumatera Utara Rina Ginting saat dihubungi Tempo pada Rabu, 24 Agustus 2016.

Rina menuturkan, Polda Sumatera Utara menerima laporan aduan itu pada Selasa lalu. Laporan tersebut awalnya diterima oleh bagian Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT). Selanjutnya, laporan diteruskan ke bagian direktorat terkait dan akhirnya sampai ke Ditreskrimsus.

Setelah menerima laporan, Rina berujar, kini Polda Sumatera Utara akan mempelajari laporan tersebut. “Tunggu saja, penyidiknya juga belum ditunjuk,” kata dia.

Adapun laporan tersebut dibuat oleh Ketua Aliansi Masyarakat Luat Pahae Lamsiang Sitompul. Isi laporan tersebut adalah dugaan penghinaan terhadap Presiden Republik Indonesia dan suku Batak melalui media sosial yang telah dilakukan oleh akun Facebook Nunik Wulandari II dan Andi Redani.

Lamsiang melaporkan akun tersebut lantaran gambar serta kata-kata di media sosial Facebook yang diunggah mengandung unsur dugaan penghinaan harkat, martabat, dan harga diri suku Batak dan sosok kepala negara.

Dalam pelaporannya, Lamsiang menyertakan bukti kertas yang dia cetak dari kedua akun yang dilaporkan itu. Dalam kertas tersebut terdapat kata-kata yang diduga hinaan saat Presiden Joko Widodo memakai pakaian adat Batak dalam Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba di Balige, Minggu, 21 Agustus 2016.


3)  Akibat provokasi oknum PA masyarakat ALA mengamuk.
            Takengon,Mulutmu Harimaumu bukanlah sembarang pepatah,pepatah itu terbukti ketika salah seorang oknum dari Partai Aceh melakukan penghinaan dan melecehkan perjuangan Pemekaran Provinsi Aceh Louser Antara (ALA),ketika melaksanakan kampanye di Takengon,dampak pernyataan oknum Partai Aceh bernama Said Muslim itu,membuat masyarakat di Aceh Tengah berang,dan mengamuk.

Tepatnya pada pukul 18:00 WIB, Selasa (18/3/2014) massa dari berbagai pelosok desa mulai berdatangan ke Takengon, dan memenuhi sudut-sudut kota dingin itu. 

Massa menuntut agar Said Muslim ditahan oleh aparat kepolisian karena telah melakukan black campaign dan memprovokasi, sehingga membuat kemarahan pendukung ALA.


Tiba-tiba dalam kerumunan massa yang lagi emosi, melintas satu unit mobil taft berlogo PA (Partai Aceh). Spontan massa berteriak dan menghadang mobil tersebut, serta penumpang mobil keluar lalu massa meluapkan emosinya dan menghancurkan mobil itu. Alhasil mobil tidak bisa diselamatkan, kaca pecah, mobil dijungkir balikkan massa.

Tidak puas menghancurkan satu mobil, massa menuju kantor Partai Aceh  yang berada di Wariji, Belang Kolak I Takengon. Setibanya disana massa merusak kantor PA hingga berantakan. Massa juga terlihat melakukan pengejaran ke arah pendopo bupati, sampai disana terlihat juga mobil yang berlambang PA, juga dirusak massa.

Hingga berita ini diturunkan situasi Aceh Tengah masih mencekam, masyarakat diseputaran Takengon tidak ada yang keluar rumah. Bahkan massa juga menuju kabupaten tetangga Kabupaten Bener Meriah.

Pernyataan oknum dari Partai Aceh saat kampanye di Aceh Tengah,bukan saja membuat reaksi di bumi penghasil kopi arabica itu,tetapi menyulut kemarahan dari tokoh masyarakat dikawasan ALA lainnya,seperti di Gayo Lues,Singkil,Subulussalam,Bener Meriah dan Aceh Tenggara.

"ini upaya provokasi murahan dan bentuk dari penghinaan serta pelecehan terhadap masyarakat Aceh Louser Antara,seharusnya pernyataan yang melecehkan dan menghina masyakarat saat kampanye,tidak boleh dilakukan oleh siapapun,partai apapun dia,kalau tidak senang dengan upaya rakyat ALA dalam memperjuangkan pembentukan Provinsi sendiri,keluar dari Provinsi Aceh,tidak perlu ada pelecehan dan penghinaan,pemekaran Provinsi ALA diperbolehkan dalam Undang Undang Dasar 1945,juga didalam Undang Undang Pemerintahan Aceh(UUPA) tahun 2006,yang tidak boleh membentuk negara sendiri dalam NKRI,melawan simbol simbol negara yang sudah ditetapkan dan disahkan,siapapun akan marah jika komunitasnya di hina dan dilecehkan,masyarakat ALA tidak pernah menghina siapapun atau berbuat keributan ketika berdemontrasi di Jakarta,arti kami selalu santun dalam berjuang,karena kami merupakan kaum beradab,memiliki budaya yang luhur yang diciptakan oleh para leluhur kami di Bumi Aceh Louser Antara,wajar masyarakat ALA di Aceh marah dan mengamuk,karena sudah berjuang belasan tahun untuk membentuk Provinsi sendiri,belum disahkan oleh Pemerintah Pusat,ditambah lagi dengan upaya pelecehan dan penghinaan dari oknum partai Aceh itu,jelaslah masyarakat disana marah,kami juga merasakan apa yang dirasakan oleh saudara kami di Aceh Tengah" ujar Nawi Sekedang tokoh muda pejuang dan pengurus Komite Percepatan pemekaran provinsi ALA,(KP3ALA) Kabupaten Aceh Tenggara di Kutacane kepada awak media ini 19/3/2014.

Menurut Nawi Sekedang upaya provokasi oleh oknum dari Partai Aceh itu,merupakan bentuk ketakutan partai tersebut yang tidak siap kalah pada pemilu bulan depan,selain adanya janji mereka pada pilkada Gubernur lalu,yang belum terealisasi hingga saat ini,yaitu janji untuk memberikan Rp 1 juta satu per kepala keluarga,kemudian saingan mereka dalam pemilu bukan saja dari Partai Nasional,tetapi juga dari partai lokal lainnya.

"jadi mereka dari Partai Aceh terkesan ada ketakutan akan mengalami kekalahan dalam pemilu,sehingga bermacam cara dibuat dan dilakukan,termasuk menghina dan melecehkan tokoh pejuang pemekaran Provinsi ALA,bahkan di aceh tenggara yang selama ini dikenal cukup fanatik menolak bendera bulan bintang,yang dikenal sebagai bendera Gerakan Aceh Merdeka,dipasang di kecamatan Bambel Kuta Cane,apa maksud mereka memasang bendera itu ?,apa itu bukan bentuk provokasi" ujar Nawi Sekedang dengan nada tinggi.(sumber rel/www.leuser antara.com)














BAB II
ANALISIS KASUS

Berdasarkan contoh kasus yang dipaparkan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa flamming sering kali terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya saja penghinaan terhadap presiden yang akhir-akhir ini sempat menjadi trending topik di Indonesia. Dalam undang-undang KUHP BAB XVI tentang penghinaan pasal 310 dijelaskan bahwa “(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Dan berdasarkan pasal 134 undang-undang KUHP dijelaskan bahwa “Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden atau Wakil Presiden dihukum dengan hukuman penjara selama enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-- “
Yang dimaksud dengan penghinaan sengaja yaitu perbuatan-perbuatan jenis apapun juga yang menyerang nama baik, martabat atau keagungan presiden atau wakil presiden, termasuk segala macam penghinaan yang tersebut dalam bab XVI Buku Ke II KUHP yaitu pasal 310 s/d 321. Orang yang menghina itu harus mengetahui bahwa ia berhadapan dengan presiden atau wakil presiden. Penghinaan yang dilakukan terhadap orang yang oleh penghina tidak diketahui, bahwa orang itu adalah presiden atau wakil presiden, tidak masuk pasal ini, akan tetapi masuk penghinaan yang diancam hukuman dalam bab XVI Buku Ke II. Penghinaan terhadap orang biasa umumnya tidak dapat dituntut, bila tidak ada pengaduan dari orang yang dihina (detik aduan), akan tetapi penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden harus dituntut dengan tidak perlu ada pengaduan dari yang dihina. Semua alat negara yang diwajibkan untuk mencari dan menuntut perkara, karena jabatannya itu wajib menuntutnya.
Mengenai kasus ketiga diatas tentang tindakan memprovokasi dan penghinaan yang terjadi di Aceh juga dapat dilihat dalam kitab Undang-undang KUHP pasal 156 dan 157 tentang provokasi dan penghinaan terhadap segolongan penduduk.
Dalam pasal 156 dijelaskan bahwa, “Barang siapa dimuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap sesuatu atau beberapa golongan penduduk Negara Indonesia, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,--  (KUHP 154 a). Yang dimaksud golongan dalam pasal ini ialah tiap-tiap  bahagian dari penduduk Negara Indonesia yang berbedaan dengan sesuatu atau beberapa bahagian dari penduduk itu lantaran bangsanya (ras), agamanya, tempat asalnya, keturunannya, kebangsaannya atau keadaan hukum negaranya.
Kemudian dalam pasal 157 (1) juga dijelaskan bahwa “Barangsiapa menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan surat atau gambar, yang isinya menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan diantaranya atau terhadap golongan-golongan penduduk Negara Indonesia, dengan maksud supaya isi surat atau gambar itu diketahui orang banyak, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,--

BAB III
      KESIMPULAN
Dari penjelasan tentang konsep flamming dan beberapa contoh kasus serta analisis kasus yang telah dipaparkan diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa Flamming merupakan suatu tindakan provokasi, penghinaan, atau komentar kasar terhadap orang lain yang akhirnya berdampak menyakiti orang lain. Sebenarnya Flamming seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan tanpa disadari hampir semua orang pernah melakukan flamming dalam hidupnya. Misalnya saja dalam kehidupan berpolitik, betapa seringnya terjadi tindakan provokasi dan bahkan saling memprovokasi diantara anggota yang berada dalam lingkungan politik itu sendiri.
Begitu juga dengan menghina, seringkali kita dapati kasus penghinaan, pengejekan terjadi dalam dunia politik, sosial, agama dan bahkan budaya. Hal ini dapat kita lihat dari tingginya tingkat kompetisi dan persaingan dalam dunia politik, sosial, ekonomi dan budaya. Seseorang bisa saja menggunakan cara kotor untuk dapat memenangkan kompetisi nya, seperti misalnya dalam persaingan untuk mendapatkan suatu jabatan di sebuah perusahaan. Sehingga terkadang jalan yang ditempuh adalah dengan memprovokasi orang lain agar tidak mendukung saingannya atau bisa juga dengan menjelek-jelek kan atau bisa juga dengan menghina.
Menghina dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Jika secara lisan berarti menghina secara langsung atau dari mulut ke mulut. Sedangkan secara tulisan dapat kita lihat dan saksikan seperti penghinaan yang akhir-akhir ini terjadi yang ditujukan terhapa Presiden Jokowi yang beredar di sosial media, seperti facebook, twitter, dan lain sebagainya. Begitu juga dengan menghasut atau memprovokasi, juga dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan.
            Sehingga, jelas bagi kita semua bahwa flamming merupakan suatu tindakan yang tidak dapat dibenarkan karena dapat merugikan diri sendiri juga orang lain. Seperti yang telah tercantum dalam kitab undang-undang KUHP  Bab XVI pasal 310 s/d 321 tentang hukuman bagi tindakan flamming itu sendiri, dalam arti kata tindakan seperti penghinaan, memprovokasi, mengejek, memfitnah, dan tindakan lainnya yang tentu saja menyakiti dan merugikan orang lain.

DAFTAR PUSTAKA


R.Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bogor : Politeia

Thursday, April 7, 2016

Pengertian Fungsi dan Perbedaan Fungsi & Relasi



A.   Pengertian Fungsi

Fungsi dalam istilah matematika merupakan pemetaan setiap anggota sebuah himpunan (dinamakan sebagai domain) kepada anggota himpunan yang lain (dinamakan sebagai kodomain). Istilah ini berbeda pengertiannya dengan kata yang sama yang dipakai sehari-hari, seperti “alatnya berfungsi dengan baik.” Konsep fungsi adalah salah satu konsep dasar dari matematika dan setiap ilmu kuantitatif. Istilah "fungsi", "pemetaan", "peta", "transformasi", dan "operator" biasanya dipakai secara sinonim.
Anggota himpunan yang dipetakan dapat berupa apa saja (kata, orang, atau objek lain), namun biasanya yang dibahas adalah besaran matematika seperti bilangan riil. Contoh sebuah fungsi dengan domain dan kodomain himpunan bilangan riil adalah y=f(2x), yang menghubungkan suatu bilangan riil dengan bilangan riil lain yang dua kali lebih besar. Dalam hal ini kita dapat menulis f(5)=10.
Untuk mendefinisikan fungsi dapat digunakan notasi berikut.
f : A \rightarrow B
Dengan demikian kita telah mendefinisikan fungsi f yang memetakan setiap elemen himpunan A kepada B. Notasi ini hanya mengatakan bahwa ada sebuah fungsi f yang memetakan dua himpunan, A kepada B. Tetapi bagaimana tepatnya pemetaan tersebut tidaklah terungkapkan dengan baik. Maka kita dapat menggunakan notasi lain.
x \in A
f : x \rightarrow x^2
atau
f(x) =\, x^2
Domain adalah daerah asal, kodomain adalah daerah kawan, sedangkan range adalah daerah hasil


   B.   Perbedaan Fungsi dan Relasi

Relasi adalah hubungan antara anggota suatu himpunan (domain) dengan himpunan lainnya ( kodomain). Sedangkan fungsi adalah relasi khusus yg memasangkan setiap anggota himpunan (domain) dengan tepat satu anggota ke himpunan lainnya ( kodomain)
Fungsi disebut juga pemetaan.

Contoh soal fungsi :
Mana dari himpunan A, B dan C berikut ini yang merupakan fungsi ?
A = {(1, 1), (2, 3), (3, 5), (4, 7), (5, 8)}
B ={(1, 6), (1, 7), (2, 8), (3, 9), (4, 10)}
C ={(2, 5), (3, 6), (4, 7)}
Jawab:
Yang merupakan pemetaan atau fungsi adalah himpunan A dan C. B bukan fungsi
sebab pada himpunan B domain 1 muncul dua kali (berelasi dengan nilai 6 dan 7 pada
kodomain).

Contoh soal relasi :
Diberikan g(x) = ax + b. Jika g(- 1) = 1, g(2) = 7, maka nilai dari g( 4)
Pembahasan
g(x) = ax + bg(-1) = -a + b=1                  (substitusi x dengan -1)
g(x) = ax + b  g(2) = 2a + b= 7                 (substitusi x dengan 2 )

-a + b = 1
2a+ b = 7
______________ −
-3a = – 6
a = 2
substitusikan a=2 ke salah satu persamaan misal persamaan –a+b=1
-a+b=1, maka
-2+b=1
b = 3
Dari sini kita dapat persamaan bentuk fungsi g(x) = ax + b
Karena a = 2 dan b = 3 maka bentuk fungsinya adalah
g(x) = 2x + 3
maka nilai dari g(4) adalah :
g(x) = 2x + 3
g(4) = 2(4) + 3 = 11