PSIKOLOGI DAN TEKNOLOGI INTERNET
(SOFTSKILL)
MAKALAH
Diajukan untuk
Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Psikologi dan
Teknologi Internet
Dosen :
Quroyzhin Kartika Rini
Oleh:
Kelompok 2
Kelas 2PA08
1. Alicia Amanda Putri 10515535
2. Arnindya Apriliana Nimara 11515041
3. Irfan Hadi Susanto 13515426
4. Reza Febriandi 15515827
5. Shaskia Dwi Lestari 16515524
6. Winda Nurmala Sari 17515166
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS PSIKOLOGI
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia yang tiada
henti-hentinya sehingga penulis masih diberi kesempatan untuk dapat
menyelesaikan makalah Psikologi dan teknologi internet tentang “Menulis Laporan
Ilmiah” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam kita
senantiasa curahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat.
Dalam makalah ini,
penyusun mencoba memaparkan mengenai Flamming yang mencakup konsep flamming,
contoh kasus, analisis dan kesimpulan.
Makalah ini mungkin
masih banyak kekurangan baik dari segi tulisan maupun materi. Untuk itu, saran
dan kritik yang bersifat membangun senantiasa penyusun terima dengan hati
terbuka. Semoga tulisan dari makalah ini dapat memberikan manfaat kepada
pembacanya.
Akhir kata penyusun
mengucapkan terima kasih kepada segenap rekan semua yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi kita semua.
Depok,
Oktober 2016
Penyusun
BAB 1
FLAMMING
A. Konsep Flamming
-
Pengertian Flamming adalah :
Merupakan
tindakan provokasi, penghinaan, mengejek, atau komentar kasar yang menyinggung
pengguna lain (orang lain).
Dalam
buku undang-undang KUHP tentang penghinaan juga dijelaskan bahwa menghina yaitu
menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Yang diserang itu biasanya akan
merasa malu. Maksud penghinaan disini hanyalah mengenai kehormatan tentang nama
baik, bukan kehormatan dalam lapangan seksuil.
Penghinaan
itu ada 6 macam, yaitu;
1.
Menista (smaad) pasal
310 (1)
2.
Menista dengan surat (smaadshrift)
pasal 310 (2)
3.
Memfitnah (laster)
pasal 311
4.
Penghinaan ringan
(eenvoudige belediging) pasal 315
5.
Mengadu secara
memfitnah, pasal 317
6.
Tuduhan secara
memfitnah, pasal 318
Sedangkan untuk provokasi sendiri
ataupun menghasut orang lain maksudnya adalah mendorong, mengajak,
membangkitkan atau membakar semangat orang untuk melakukan sesuatu. Dalam kata
menghasut tersimpul sifat “dengan sengaja”. Menghasut itu lebih keras dari
memikat atau membujuk yang tersebut dalam pasal 55 undang-unang KUHP, akan tetapi
bukan bermaksud memaksa.
Cara menghasut orang itu beragam
caranya, yaitu dengan cara yang langsung, seperti : “seranglah polisi yang
tidak adil itu, bunuhlah dan ambillah senjatanya!” ditujukan untuk seorang
pegawai polisi yang sedang melakukan pekerjaannya yang syah. Dapat pula secara
tidak langsung, seperti : “lebih baik andaikan polisi yang tidak adil itu dapat
diserang, dibunuh dan diambil senjatanya”. Mungkin juga dalam bentuk
pertanyaan, seperti : “saudara-saudara, apakah polisi yang tidak adil ini harus
kita biarkan saja? Apakah kita tidak akan menyerangnya atau membunuhnya?”.
Tindakan Flamming seperti menghina,
menghasut, memprovokasi, memfitnah, atau menjelek-jelekkan seseorang atau
golongan samasekali tidak bisa dibenarkan di Indonesia. Karena tindakan itu
dapat merusak nama baik seseorang atau segolongan orang serta dapat menyakiti
perasaan orang lain.
B. Contoh Kasus Flamming
1)
Penghinaan terhadap
Presiden
JAKARTA – Kasus penghinaan atau
bullying terhadap Joko Widodo (Jokowi) yang melibatkan seorang pemuda
berinisial MA alias AA warga Ciracas, Jakarta Timur, masih diproses di
Bareskrim Mabes Polri. MA terancam hukuman penjara 12 tahun karena dijerat
pasal berlapis yakni KUHP dan undang-undang informasi dan transaksi elektronik
(ITE).
Banyak
pihak menyayangkan kasus ini sampai ke ranah pidana. Bahkan, Menteri Hukum dan
HAM (Menkum HAM) Yasonna H Laoly yang juga politikus PDIP, menyayangkan sikap
reaktif dari kepolisian tersebut.
Komentar
dari pihak lain menyebut bahwa Jokowi seharusnya meniru Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) yang arif dalam menghadapi kritik bahkan penghinaan. (Okezone News)
2)
Penghinaan terhadap
presiden dan adat batak
TEMPO.CO,
Jakarta - Kepolisian Daerah Sumatera Utara kini sedang mengurus berkas
pengaduan dari Aliansi Masyarakat Luat Pahae (AMLP) terhadap pemilik akun
Facebook Nunik Wulandari II dan Andi Redani. Akun Nunik Wulandari II dilaporkan
atas dugaan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo dan adat Batak.
“Laporannya
sekarang sedang berada di Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda
Sumatera Utara,” ujar humas Polda Sumatera Utara Rina Ginting saat dihubungi
Tempo pada Rabu, 24 Agustus 2016.
Rina
menuturkan, Polda Sumatera Utara menerima laporan aduan itu pada Selasa lalu.
Laporan tersebut awalnya diterima oleh bagian Sentra Pelayanan Kepolisian
Terpadu (SPKT). Selanjutnya, laporan diteruskan ke bagian direktorat terkait
dan akhirnya sampai ke Ditreskrimsus.
Setelah
menerima laporan, Rina berujar, kini Polda Sumatera Utara akan mempelajari
laporan tersebut. “Tunggu saja, penyidiknya juga belum ditunjuk,” kata dia.
Adapun
laporan tersebut dibuat oleh Ketua Aliansi Masyarakat Luat Pahae Lamsiang
Sitompul. Isi laporan tersebut adalah dugaan penghinaan terhadap Presiden
Republik Indonesia dan suku Batak melalui media sosial yang telah dilakukan
oleh akun Facebook Nunik Wulandari II dan Andi Redani.
Lamsiang
melaporkan akun tersebut lantaran gambar serta kata-kata di media sosial
Facebook yang diunggah mengandung unsur dugaan penghinaan harkat, martabat, dan
harga diri suku Batak dan sosok kepala negara.
Dalam
pelaporannya, Lamsiang menyertakan bukti kertas yang dia cetak dari kedua akun
yang dilaporkan itu. Dalam kertas tersebut terdapat kata-kata yang diduga
hinaan saat Presiden Joko Widodo memakai pakaian adat Batak dalam Karnaval
Kemerdekaan Pesona Danau Toba di Balige, Minggu, 21 Agustus 2016.
3) Akibat provokasi oknum PA masyarakat ALA
mengamuk.
Takengon,Mulutmu Harimaumu bukanlah sembarang pepatah,pepatah itu
terbukti ketika salah seorang oknum dari Partai Aceh melakukan penghinaan dan
melecehkan perjuangan Pemekaran Provinsi Aceh Louser Antara (ALA),ketika
melaksanakan kampanye di Takengon,dampak pernyataan oknum Partai Aceh bernama
Said Muslim itu,membuat masyarakat di Aceh Tengah berang,dan mengamuk.
Tepatnya pada pukul 18:00 WIB, Selasa (18/3/2014) massa dari berbagai pelosok desa mulai berdatangan ke Takengon, dan memenuhi sudut-sudut kota dingin itu.
Massa menuntut agar Said Muslim ditahan oleh aparat kepolisian karena telah melakukan black campaign dan memprovokasi, sehingga membuat kemarahan pendukung ALA.
Tiba-tiba dalam kerumunan massa yang lagi emosi, melintas satu unit mobil taft berlogo PA (Partai Aceh). Spontan massa berteriak dan menghadang mobil tersebut, serta penumpang mobil keluar lalu massa meluapkan emosinya dan menghancurkan mobil itu. Alhasil mobil tidak bisa diselamatkan, kaca pecah, mobil dijungkir balikkan massa.
Tidak puas menghancurkan satu mobil, massa menuju kantor Partai Aceh yang berada di Wariji, Belang Kolak I Takengon. Setibanya disana massa merusak kantor PA hingga berantakan. Massa juga terlihat melakukan pengejaran ke arah pendopo bupati, sampai disana terlihat juga mobil yang berlambang PA, juga dirusak massa.
Hingga berita ini diturunkan situasi Aceh Tengah masih mencekam, masyarakat diseputaran Takengon tidak ada yang keluar rumah. Bahkan massa juga menuju kabupaten tetangga Kabupaten Bener Meriah.
Pernyataan oknum dari Partai Aceh saat kampanye di Aceh Tengah,bukan saja membuat reaksi di bumi penghasil kopi arabica itu,tetapi menyulut kemarahan dari tokoh masyarakat dikawasan ALA lainnya,seperti di Gayo Lues,Singkil,Subulussalam,Bener Meriah dan Aceh Tenggara.
"ini upaya provokasi murahan dan bentuk dari penghinaan serta pelecehan terhadap masyarakat Aceh Louser Antara,seharusnya pernyataan yang melecehkan dan menghina masyakarat saat kampanye,tidak boleh dilakukan oleh siapapun,partai apapun dia,kalau tidak senang dengan upaya rakyat ALA dalam memperjuangkan pembentukan Provinsi sendiri,keluar dari Provinsi Aceh,tidak perlu ada pelecehan dan penghinaan,pemekaran Provinsi ALA diperbolehkan dalam Undang Undang Dasar 1945,juga didalam Undang Undang Pemerintahan Aceh(UUPA) tahun 2006,yang tidak boleh membentuk negara sendiri dalam NKRI,melawan simbol simbol negara yang sudah ditetapkan dan disahkan,siapapun akan marah jika komunitasnya di hina dan dilecehkan,masyarakat ALA tidak pernah menghina siapapun atau berbuat keributan ketika berdemontrasi di Jakarta,arti kami selalu santun dalam berjuang,karena kami merupakan kaum beradab,memiliki budaya yang luhur yang diciptakan oleh para leluhur kami di Bumi Aceh Louser Antara,wajar masyarakat ALA di Aceh marah dan mengamuk,karena sudah berjuang belasan tahun untuk membentuk Provinsi sendiri,belum disahkan oleh Pemerintah Pusat,ditambah lagi dengan upaya pelecehan dan penghinaan dari oknum partai Aceh itu,jelaslah masyarakat disana marah,kami juga merasakan apa yang dirasakan oleh saudara kami di Aceh Tengah" ujar Nawi Sekedang tokoh muda pejuang dan pengurus Komite Percepatan pemekaran provinsi ALA,(KP3ALA) Kabupaten Aceh Tenggara di Kutacane kepada awak media ini 19/3/2014.
Menurut Nawi Sekedang upaya provokasi oleh oknum dari Partai Aceh itu,merupakan bentuk ketakutan partai tersebut yang tidak siap kalah pada pemilu bulan depan,selain adanya janji mereka pada pilkada Gubernur lalu,yang belum terealisasi hingga saat ini,yaitu janji untuk memberikan Rp 1 juta satu per kepala keluarga,kemudian saingan mereka dalam pemilu bukan saja dari Partai Nasional,tetapi juga dari partai lokal lainnya.
"jadi mereka dari Partai Aceh terkesan ada ketakutan akan mengalami kekalahan dalam pemilu,sehingga bermacam cara dibuat dan dilakukan,termasuk menghina dan melecehkan tokoh pejuang pemekaran Provinsi ALA,bahkan di aceh tenggara yang selama ini dikenal cukup fanatik menolak bendera bulan bintang,yang dikenal sebagai bendera Gerakan Aceh Merdeka,dipasang di kecamatan Bambel Kuta Cane,apa maksud mereka memasang bendera itu ?,apa itu bukan bentuk provokasi" ujar Nawi Sekedang dengan nada tinggi.(sumber rel/www.leuser antara.com)
Tepatnya pada pukul 18:00 WIB, Selasa (18/3/2014) massa dari berbagai pelosok desa mulai berdatangan ke Takengon, dan memenuhi sudut-sudut kota dingin itu.
Massa menuntut agar Said Muslim ditahan oleh aparat kepolisian karena telah melakukan black campaign dan memprovokasi, sehingga membuat kemarahan pendukung ALA.
Tiba-tiba dalam kerumunan massa yang lagi emosi, melintas satu unit mobil taft berlogo PA (Partai Aceh). Spontan massa berteriak dan menghadang mobil tersebut, serta penumpang mobil keluar lalu massa meluapkan emosinya dan menghancurkan mobil itu. Alhasil mobil tidak bisa diselamatkan, kaca pecah, mobil dijungkir balikkan massa.
Tidak puas menghancurkan satu mobil, massa menuju kantor Partai Aceh yang berada di Wariji, Belang Kolak I Takengon. Setibanya disana massa merusak kantor PA hingga berantakan. Massa juga terlihat melakukan pengejaran ke arah pendopo bupati, sampai disana terlihat juga mobil yang berlambang PA, juga dirusak massa.
Hingga berita ini diturunkan situasi Aceh Tengah masih mencekam, masyarakat diseputaran Takengon tidak ada yang keluar rumah. Bahkan massa juga menuju kabupaten tetangga Kabupaten Bener Meriah.
Pernyataan oknum dari Partai Aceh saat kampanye di Aceh Tengah,bukan saja membuat reaksi di bumi penghasil kopi arabica itu,tetapi menyulut kemarahan dari tokoh masyarakat dikawasan ALA lainnya,seperti di Gayo Lues,Singkil,Subulussalam,Bener Meriah dan Aceh Tenggara.
"ini upaya provokasi murahan dan bentuk dari penghinaan serta pelecehan terhadap masyarakat Aceh Louser Antara,seharusnya pernyataan yang melecehkan dan menghina masyakarat saat kampanye,tidak boleh dilakukan oleh siapapun,partai apapun dia,kalau tidak senang dengan upaya rakyat ALA dalam memperjuangkan pembentukan Provinsi sendiri,keluar dari Provinsi Aceh,tidak perlu ada pelecehan dan penghinaan,pemekaran Provinsi ALA diperbolehkan dalam Undang Undang Dasar 1945,juga didalam Undang Undang Pemerintahan Aceh(UUPA) tahun 2006,yang tidak boleh membentuk negara sendiri dalam NKRI,melawan simbol simbol negara yang sudah ditetapkan dan disahkan,siapapun akan marah jika komunitasnya di hina dan dilecehkan,masyarakat ALA tidak pernah menghina siapapun atau berbuat keributan ketika berdemontrasi di Jakarta,arti kami selalu santun dalam berjuang,karena kami merupakan kaum beradab,memiliki budaya yang luhur yang diciptakan oleh para leluhur kami di Bumi Aceh Louser Antara,wajar masyarakat ALA di Aceh marah dan mengamuk,karena sudah berjuang belasan tahun untuk membentuk Provinsi sendiri,belum disahkan oleh Pemerintah Pusat,ditambah lagi dengan upaya pelecehan dan penghinaan dari oknum partai Aceh itu,jelaslah masyarakat disana marah,kami juga merasakan apa yang dirasakan oleh saudara kami di Aceh Tengah" ujar Nawi Sekedang tokoh muda pejuang dan pengurus Komite Percepatan pemekaran provinsi ALA,(KP3ALA) Kabupaten Aceh Tenggara di Kutacane kepada awak media ini 19/3/2014.
Menurut Nawi Sekedang upaya provokasi oleh oknum dari Partai Aceh itu,merupakan bentuk ketakutan partai tersebut yang tidak siap kalah pada pemilu bulan depan,selain adanya janji mereka pada pilkada Gubernur lalu,yang belum terealisasi hingga saat ini,yaitu janji untuk memberikan Rp 1 juta satu per kepala keluarga,kemudian saingan mereka dalam pemilu bukan saja dari Partai Nasional,tetapi juga dari partai lokal lainnya.
"jadi mereka dari Partai Aceh terkesan ada ketakutan akan mengalami kekalahan dalam pemilu,sehingga bermacam cara dibuat dan dilakukan,termasuk menghina dan melecehkan tokoh pejuang pemekaran Provinsi ALA,bahkan di aceh tenggara yang selama ini dikenal cukup fanatik menolak bendera bulan bintang,yang dikenal sebagai bendera Gerakan Aceh Merdeka,dipasang di kecamatan Bambel Kuta Cane,apa maksud mereka memasang bendera itu ?,apa itu bukan bentuk provokasi" ujar Nawi Sekedang dengan nada tinggi.(sumber rel/www.leuser antara.com)
BAB
II
ANALISIS
KASUS
Berdasarkan contoh kasus yang dipaparkan
sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa flamming sering kali terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Contohnya saja penghinaan terhadap presiden yang
akhir-akhir ini sempat menjadi trending topik di Indonesia. Dalam undang-undang
KUHP BAB XVI tentang penghinaan pasal 310 dijelaskan bahwa “(1) Barang siapa
sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu
hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena
pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau
gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran
tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat
bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah. (3) Tidak merupakan
pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi
kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Dan
berdasarkan pasal 134 undang-undang KUHP dijelaskan bahwa “Penghinaan dengan
sengaja terhadap Presiden atau Wakil Presiden dihukum dengan hukuman penjara
selama enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-- “
Yang
dimaksud dengan penghinaan sengaja yaitu perbuatan-perbuatan jenis apapun juga
yang menyerang nama baik, martabat atau keagungan presiden atau wakil presiden,
termasuk segala macam penghinaan yang tersebut dalam bab XVI Buku Ke II KUHP
yaitu pasal 310 s/d 321. Orang yang menghina itu harus mengetahui bahwa ia
berhadapan dengan presiden atau wakil presiden. Penghinaan yang dilakukan
terhadap orang yang oleh penghina tidak diketahui, bahwa orang itu adalah
presiden atau wakil presiden, tidak masuk pasal ini, akan tetapi masuk
penghinaan yang diancam hukuman dalam bab XVI Buku Ke II. Penghinaan terhadap
orang biasa umumnya tidak dapat dituntut, bila tidak ada pengaduan dari orang
yang dihina (detik aduan), akan tetapi penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden
harus dituntut dengan tidak perlu ada pengaduan dari yang dihina. Semua alat
negara yang diwajibkan untuk mencari dan menuntut perkara, karena jabatannya
itu wajib menuntutnya.
Mengenai
kasus ketiga diatas tentang tindakan memprovokasi dan penghinaan yang terjadi
di Aceh juga dapat dilihat dalam kitab Undang-undang KUHP pasal 156 dan 157
tentang provokasi dan penghinaan terhadap segolongan penduduk.
Dalam
pasal 156 dijelaskan bahwa, “Barang siapa dimuka umum menyatakan perasaan
permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap sesuatu atau beberapa golongan
penduduk Negara Indonesia, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun atau
denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,--
(KUHP 154 a). Yang dimaksud golongan dalam pasal ini ialah
tiap-tiap bahagian dari penduduk Negara
Indonesia yang berbedaan dengan sesuatu atau beberapa bahagian dari penduduk
itu lantaran bangsanya (ras), agamanya, tempat asalnya, keturunannya,
kebangsaannya atau keadaan hukum negaranya.
Kemudian
dalam pasal 157 (1) juga dijelaskan bahwa “Barangsiapa menyiarkan,
mempertontonkan atau menempelkan surat atau gambar, yang isinya menyatakan
perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan diantaranya atau terhadap
golongan-golongan penduduk Negara Indonesia, dengan maksud supaya isi surat atau
gambar itu diketahui orang banyak, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun
enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,--
BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan tentang konsep flamming
dan beberapa contoh kasus serta analisis kasus yang telah dipaparkan diatas,
dapat kita ambil kesimpulan bahwa Flamming merupakan suatu tindakan provokasi,
penghinaan, atau komentar kasar terhadap orang lain yang akhirnya berdampak
menyakiti orang lain. Sebenarnya Flamming seringkali terjadi dalam kehidupan
sehari-hari. Bahkan tanpa disadari hampir semua orang pernah melakukan flamming
dalam hidupnya. Misalnya saja dalam kehidupan berpolitik, betapa seringnya
terjadi tindakan provokasi dan bahkan saling memprovokasi diantara anggota yang
berada dalam lingkungan politik itu sendiri.
Begitu
juga dengan menghina, seringkali kita dapati kasus penghinaan, pengejekan
terjadi dalam dunia politik, sosial, agama dan bahkan budaya. Hal ini dapat
kita lihat dari tingginya tingkat kompetisi dan persaingan dalam dunia politik,
sosial, ekonomi dan budaya. Seseorang bisa saja menggunakan cara kotor untuk
dapat memenangkan kompetisi nya, seperti misalnya dalam persaingan untuk
mendapatkan suatu jabatan di sebuah perusahaan. Sehingga terkadang jalan yang
ditempuh adalah dengan memprovokasi orang lain agar tidak mendukung saingannya
atau bisa juga dengan menjelek-jelek kan atau bisa juga dengan menghina.
Menghina
dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Jika secara lisan berarti menghina
secara langsung atau dari mulut ke mulut. Sedangkan secara tulisan dapat kita
lihat dan saksikan seperti penghinaan yang akhir-akhir ini terjadi yang
ditujukan terhapa Presiden Jokowi yang beredar di sosial media, seperti
facebook, twitter, dan lain sebagainya. Begitu juga dengan menghasut atau
memprovokasi, juga dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan.
Sehingga, jelas bagi kita semua
bahwa flamming merupakan suatu tindakan yang tidak dapat dibenarkan karena
dapat merugikan diri sendiri juga orang lain. Seperti yang telah tercantum
dalam kitab undang-undang KUHP Bab XVI
pasal 310 s/d 321 tentang hukuman bagi tindakan flamming itu sendiri, dalam
arti kata tindakan seperti penghinaan, memprovokasi, mengejek, memfitnah, dan
tindakan lainnya yang tentu saja menyakiti dan merugikan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
R.Soesilo.
1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP). Bogor : Politeia