Friday, January 6, 2017

REVIEW JURNAL PLAGIAT (TUGAS KELOMPOK)

MAKALAH SOFTSKILL
TENTANG PLAGIARISM
Image result for logo gundar






KELAS :
2PA08
ANGGOTA KELOMPOK :
No.
NAMA ANGGOTA
NPM
1.

Alicia Amanda Putri
10515535
2.

Arnindya Apriliana Nimara
11515041
3.

Reza Febriandi
15515827
4.

Shaskia Dwi Lestari
16515524
5.

Winda Nurmala Sari
17515166



DEPOK
JANUARI 2017

BAB I
LATAR BELAKANG MASALAH

            Ilmu pengetahuan selalu berkembang dan mengalami kemajuan yang sangat pesat, sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Bangsa Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tidak akan bisa maju selama belum memperbaiki kualitas sumber daya manusia bangsa kita. Kualitas hidup bangsa dapat meningkat jika ditunjang dengan sistem pendidikan yang mapan. Dengan sistem pendidikan yang mapan, memungkinkan kita berpikir kritis, kreatif, dan produktif. Sehingga dapat memperkecil kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran hukum ataupun kesenjangan, seperti misalnya plagiat. Pribadi yang berpendidikan dan kreatif tidak akan mau melakukan tindakan plagiarism karena tahu bahwa yang terbaik adalah ketika dia mampu mengeluarkan kreatifitasnya.
            Plagiarism atau plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Sebagai tindakan yang dapat dikategorikan “mencari”, praktik plagiarisme tentu harus dihindarkan.
            Dalam mengurangi praktik plagiarisme terdapat dua metode yang dapat dilakukan, yaitu dengan mencegah plagiarisme atau mendeteksi plagiarisme. Mencegah plagiarisme berarti melakukan tindakan pencegahan agar plagiarisme tidak terjadi, misalnya dengan menetapkan sebuah kebijakan tentang plagiarisme atau sistem hukuman bila terbukti melakukan plagiarisme. Sedangkan mendeteksi plagiarisme berarti menemukan tindakan plagiarisme yang telah terjadi.
            Pada masa sekarang ini plagiat sudah sering terjadi dimana-mana, dalam lingkup akademispun tindak plagiat tergolong cukup banyak. Akademisi sering melakukan tindak penjiplakan atau plagiarisme dalam mengerjakan tugas-tugas yang seharusnya dikerjakan sendiri. Praktek plagiarisme yang dilakukan tidak terbatas hanya pada hasil karangan atau pendapat seseorang, namun terjadi juga dalam pemrograman komputer, dimana kode program dengan mudah dapat digandakan dan dimodifikasi baik sebagian atau keseluruhan kode program.             Plagiarisme menjadi sebuah problematika sosial yang paling dikhawatirkan oleh orang-orang dari industri kreatif seperti sniman, musisi, penulis dan juga akademisi. Kurangnya penyebaran informasi mengenai plagiarisme dan kurang tegasnya sanksi sosial maupun sanksi hukum yang diterapkan kepada para pelaku plagiarisme atau plagiat dan juga kurangnya sosialisasi mengenai batasan-batasan plagiarisme menyebabkan tindakan plagiarisme marak dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada khususnya.
            Salah satu yang menjadi alasan seseorang melakukan plagiarisme adalah kemalasan. Kemalasan dan seringkali menganggap bahwa dengan menjiplak dapat memberikan nilai plus  untuk karyanya sehingga akhirnya memicu untuk melakukan tindakan plagiarisme. Juga adanya anggapan bahwa karya orang lain yang akan dijadikan jiplakan merupakan karya yang lebih baik dari pada karya nya sendiri. Hal-hal tersebutlah yang akhirnya menjadi beberapa alasan orang melakukan tindak plagiarisme tanpa memikirkan untung rugi nya dari tindakan tersebut.
            Oleh karena yang telah dijelaskan diatas, dalam makalah ini penulis akan mencoba menjelaskan mengenai plagiarisme dengan memberikan beberapa teori-teori terkait plagiarisme, beberapa contoh kasus dan pembahasan dari kasus tersebut serta kesimpulan.












BAB II
LANDASAN TEORI

A. Defisini Plagiarisme
            Menurut Sulianta (2007) plagiarisme adalah bentuk penyalahgunaan hak kekayaan intelektual milik orang lain, yang mana karya tersebut dipresentasikan dan diakui secara tidak sah sebagai hasil karya pribadi.
            Menurut Stokes (2003) plagiarisme adalah ketidaksengajaan mahasiswa mengopi/menyalin karya orang lain sebagai kata-kata mereka sendiri, dan tidak mengakuinya sebagai sebuah kutipan.
            Menurut Adi (2015) plagiarisme adalah menjiplak atau menggunakan ciptaan orang lain untuk kegiatan nonkomersial dalam lingkup pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah bukan merupakan pelanggaran jika disebut sumbernya.
            Menurut Winarto (2004) plagiarisme adalah kecermatan dalam memilah antara pernyataan sang penulis sendiri dengan kutipan atau rujukan pada tulisan dan gagasan orang lain.



BAB III
CONTOH KASUS

            Terdapat sebuah kasus di sebuah Universitas “X” yang sedang melakukan penelitian terhadap plagiarism terhadap tugas perkuliahan. Biasanya, mahasiswa jika mendapatkan tugas oleh dari dosennya akan mencari pembahasan yang berada di dalam internet. Kemudian setelah mendapatkan pembahasan yang akan diinginkan mahasiswa akan melakukan copy paste terhadap suatu pembahasan tersebut ke dalam paper yang dibuatnya. Terkadang mahasiswa tersebut lupa untuk mencantumkan sumber dari mana yang mereka temui. Perilaku mencuri karya atau penulisan orang lain yang dilakukan oleh mahasiswa ini berdasarkan hasil dapatan kajian yang merupakan salah satu bentuk perilaku penyimpangan dalam teori ilmu kejiwaan dan bahkan perilaku seperti ini juga dianggap tidak bermoral.

            Contoh kasus kedua, kisah jiplak-menjiplak karya tulis juga pernah menghampiri sebuah Universitas yang berada di Bandung. Praktik plagiat di kampus yang terkenal sebagai lumbung teknorat Indonesia itu dilakukan oleh ‘MZ’. Dia saat itu sedang memburu titel doktor dengan menempuh pendidikan di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) pada anggakatan 2003.
            Guna meraih gelar doktor, MZ menulis disertasi berjudul “Model Topologi Geometri Spasial 3 Dimensi”. Sialnya, disertai jiplakan itu malah telah disetujui pada bulan Agustus 2008, dan dia sempat dinyatakan lulus program Doktor.
            Bodohnya, MZ malah nekat mengikutsertakan disertai hasil mencontek itu dalam acara Konferensi Internasionla Cybernetics dan Sistem Intelejensia perkumpulan Institut Insinyur Listik dan Elektro di Chengdu, China, pada 21 sampai 24 September 2008. Di ajang itulah aksi tipu-tipu MZ terungkap.
            Setelah dibaca dan diamati baik-baik, menurut panitia disertasi MZ terbukti menjiplak. Bahkan kategorinya level 1 alias paling berat. Ternyata, pada tahun 2000 tulisan MZ itu sudah dipublikasikan oleh penulis aslinya. Ide itu tercantum dalam disertasi Dr. ZS dari Univeritas yang berada di Austria berjudul ‘3D GIS for Urban Development’. ZS mempresentasikan disertasinya pada the 11th International Workshop on Database and Expert System application, DEXA 2000.
            Menurut panitia, diserasi MZ sama persis dengan milik ZS. Setelah kabar itu sampai ke tanah air, maka gemparlah jagat akademisi. Masalahnya yang dihantam perkara itu adalah Universitasnya, yang puluhan tahun dianggap mencetak ilmuwan mumpuni. Kepercayaan itu pun seketika sirna lantaran lina setitik.
            MZ juga mesti meminta maaf kepada ZS dan IEEE secara tertulis. Jelaslah perbutannya mencoreng nama Indonesia di dunia keilmuan.



BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
           
            Kisah kelam jiplak-jiplakan disalah satu universitas bandung praktik plagiat dikampus terkrnal sebagai lumbung teknokrat Indonesia dilakukakan oleh MZ. Ia sedang memburu title doktor dengan menempuh pendidikan disekolah Teknik Elektro dan Informatuka.
            Saat meraih gelar doktor, MZ menulis disertai berjudul “Model Tepologi Geometri Spasial 3 Dimensi.” Sialnya saat menjipak gelar tersebut malah disetujui pada 1 Agustus 2008, dan dia dinyatakan lulus program Doktor.
            Bodohnya, MZ malah nekat mengikutsertakan disertai hasil mencontek itu acara Konferensi Internasional Cybernetics dan Sistem Intelejensi perkumpulan Institut Insyur Listrik dan Elektro(Institut Electrical and Electrinics Engineers-IEEE International Conference on Cybernetics and Intelligent Systems) di Chengdu, China, pada 21 sampai 24 September 2008. Di ajang itulah aksi tipu-tipu MZ terungkap.
            Setelah dibaca dan diamati baik-baik, menurut panitia MZ terbukti menjiplak. Bahkan kategorinya level 1 alias paling berat. Ternyata, pada 2000 tulisan        MZ itu sudah dipublikasikan oleh penulis aslinya. Ide itu tercantum dalam disertai Dr. SZ dari Universitas Teknologi Graz, Australia, berjudul 3D GIS for Urban Development Dr. SZ mempersentasikan disertainya pada the 11th International Workshop on Database and Expert System application, DEXA 2000.



BAB IV
KESIMPULAN

            Berdasarkan hasil analisis dan penilitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa  Ilmu pengetahuan selalu berkembang dan mengalami kemajuan yang sangat pesat, sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Bangsa Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tidak akan bisa maju selama belum memperbaiki kualitas sumber daya manusia bangsa kita.
            Plagiarism atau plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Sebagai tindakan yang dapat dikategorikan “mencari”, praktik plagiarisme tentu harus dihindarkan .Menurut Sulianta (2007) plagiarisme adalah bentuk penyalahgunaan hak kekayaan intelektual milik orang lain, yang mana karya tersebut dipresentasikan dan diakui secara tidak sah sebagai hasil karya pribadi.
             Jadi Pada masa sekarang ini plagiat sudah sering terjadi dimana-mana, dalam lingkup akademispun tindak plagiat tergolong cukup banyak. Akademisi sering melakukan tindak penjiplakan atau plagiarisme dalam mengerjakan tugas-tugas yang seharusnya dikerjakan sendiri. Praktek plagiarisme yang dilakukan tidak terbatas hanya pada hasil karangan atau pendapat seseorang, namun terjadi juga dalam pemrograman komputer, dimana kode program dengan mudah dapat digandakan dan dimodifikasi baik sebagian atau keseluruhan kode program.

           


           


DAFTAR PUSTAKA

Sulianta, Feri. (2007).  Konten Internet.
            Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Parsons, Patricia J. (2016). Etika Public Relations.
            Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Adi, Rianto (2015). Aspek Hukum dalam Penelitian.
            Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.



REVIEW JURNAL KECANDUAN INTERNET : NEW DISORDER (TUGAS INDIVIDU)

REVIEW JURNAL KECANDUAN INTERNET : GANGGUAN KLINIS BARU
Kimberly S. Muda University of Pittsburgh di Bradford Diterbitkan di CyberPsychology dan Perilaku, Vol. 1 No. 3., halaman 237-244


Disusun Oleh :
Shaskia Dwi Lestari
Kelas : 2PA08
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma







       I.            Latar Belakang
Laporan terakhir menunjukkan bahwa beberapa on-line pengguna kecanduan internet di banyak cara yang sama bahwa orang lain menjadi kecanduan obat-obatan, alkohol, atau perjudian, yang mengakibatkan kegagalan akademis (Brady, 1996; Murphey, 1996); Kinerja mengurangi kerja (Robert Half International, 1996), dan perpecahan bahkan perkawinan dan pemisahan (Quittner, 1997). penelitian klinis pada kecanduan perilaku berfokus pada perjudian kompulsif (Mobilia, 1993), makan berlebihan (Lesieur & Blume, 1993), dan perilaku seksual kompulsif (Goodman, 1993). model kecanduan serupa telah diterapkan berlebihan teknologi (Griffiths, 1996), ketergantungan komputer (Shotton, 1991), televisi berlebihan melihat (Kubey & Csikszentmihalyi, 1990;. McIlwraith et al, 1991), dan video game obsesif bermain (Keepers, 1991 ). Namun, konsep penggunaan internet adiktif belum diteliti secara empiris. Oleh karena itu, tujuan dari studi eksplorasi ini adalah untuk menyelidiki apakah penggunaan internet dapat dianggap adiktif dan untuk mengidentifikasi sejauh mana masalah yang diciptakan oleh penyalahgunaan tersebut.

    II.            Metodologi Penelitian
Subyek adalah peserta relawan yang responden untuk: (a) iklan surat kabar nasional dan internasional tersebar, (b) selebaran diposting di antara kampus-kampus setempat, (c) posting di kelompok dukungan elektronik diarahkan kecanduan internet (misalnya, Internet Addiction Support Group, Webaholics Support Group), dan (d) orang-orang yang mencari kata kunci "kecanduan internet" pada mesin pencari web populer (misalnya, Yahoo).
Bahan sebuah survei eksplorasi yang terdiri dari kedua pertanyaan terbuka dan tertutup berakhir dibangun untuk penelitian ini yang bisa diberikan oleh wawancara telepon atau koleksi elektronik. Survei diberikan sebuah Diagnostik Questionnaire (DQ) yang berisi daftar klasifikasi delapan item. Subyek kemudian diminta pertanyaan seperti: (a) berapa lama mereka telah menggunakan Internet, (b) berapa jam per minggu mereka diperkirakan menghabiskan on-line, (c) apa jenis aplikasi yang paling mereka dimanfaatkan, (d) apa yang membuat aplikasi ini khusus yang menarik, (e) apa masalah, jika ada, melakukan yang digunakan penyebab internet dalam kehidupan mereka, dan (f) untuk menilai setiap mencatat masalah dalam hal penurunan ringan, sedang, atau berat. Terakhir, informasi demografis dari setiap subyek seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan tertinggi yang dicapai, dan latar belakang kejuruan juga dikumpulkan .
Prosedur responden telepon diberikan survei secara lisan pada waktu wawancara diatur. Survei ini direplikasi secara elektronik dan ada sebagai World-Wide-Web halaman (WWW) diimplementasikan pada server berbasis UNIX yang ditangkap jawaban ke file teks. Elektronik jawaban dikirim dalam file teks langsung ke m ailbox elektronik peneliti utama untuk analisis. Responden yang menjawab "ya" untuk lima atau lebih kriteria diklasifikasikan sebagai pengguna Internet kecanduan untuk dimasukkan dalam penelitian ini. Sebanyak 605 survei dalam periode tiga bulan dikumpulkan dengan 596 tanggapan yang valid yang diklasifikasikan dari DQ sebagai 396 Tanggungan dan 100 Non-Tanggungan. Sekitar 55% dari responden menjawab melalui metode survei elektronik dan 45% melalui metode survei telepon. Data kualitatif dikumpulkan kemudian dikenakan analisis isi untuk mengidentifikasi berbagai karakteristik, perilaku dan sikap yang ditemukan.

 III.            Hasil dan Pembahasan
Berikut ini akan menjelaskan perbedaan antara kedua kelompok, dengan penekanan pada Tanggungan untuk mengamati sikap, perilaku, dan karakteristik unik untuk populasi ini pengguna. Lamanya Waktu menggunakan Internet Lamanya waktu menggunakan internet berbeda secara substansial antara Tanggungan dan Non Dependent. Di antara Tanggungan, 17% telah online selama lebih dari satu tahun, 58% hanya telah on-line antara enam bulan sampai satu tahun, 17% mengatakan antara tiga sampai enam bulan, dan 8% mengatakan kurang dari tiga bulan. Di antara Non-Tanggungan, 71% telah online selama lebih dari satu tahun, 5% sudah online antara enam bulan sampai satu tahun, 12% antara tiga sampai enam bulan, dan 12% kurang dari tiga bulan. Sebanyak 83% dari Tanggungan telah online untuk kurang dari satu tahun penuh w hich m ight menunjukkan bahwa kecanduan internet terjadi lebih cepat dari seseorang pengenalan pertama ke layanan dan produk yang tersedia secara online.
Dalam banyak kasus, Tanggungan telah buta huruf komputer dan menggambarkan bagaimana awalnya mereka merasa terintimidasi dengan menggunakan teknologi informasi tersebut. Namun, mereka merasa rasa kompetensi dan kegembiraan sebagai penguasaan teknis dan kemampuan navigasi ditingkatkan dengan cepat. Jam per minggu Dalam rangka untuk memastikan berapa banyak responden waktu yang dihabiskan online, mereka diminta untuk memberikan yang terbaik perkiraan jumlah jam per minggu mereka saat menggunakan internet. Penting untuk dicatat bahwa perkiraan yang didasarkan pada jumlah jam yang dihabiskan "berselancar di Internet" untuk kesenangan atau kepentingan pribadi (misalnya, e-mail pribadi, kelompok scanning berita, bermain game interaktif) daripada tujuan yang berhubungan akademik atau pekerjaan. Tanggungan menghabiskan M = 38,5, SD = 8.04 jam per minggu dibandingkan dengan Non-tanggungan yang menghabiskan M = 4.9, SD = 4,70 jam per minggu. Perkiraan ini menunjukkan bahwa Tanggungan menghabiskan hampir delapan kali jumlah jam per minggu seperti yang Non-Tanggungan dalam menggunakan Internet.
Tanggungan secara bertahap mengembangkan kebiasaan internet sehari-hari hingga sepuluh kali mereka baru digunakan sebagai keakraban mereka dengan internet meningkat. Ini mungkin tingkat toleransi disamakan yang berkembang di kalangan pecandu alkohol yang secara bertahap meningkatkan konsumsi alkohol dalam rangka untuk mencapai efek yang diinginkan. Sebaliknya, Non-Tanggungan melaporkan bahwa mereka menghabiskan sebagian kecil dari waktu mereka on-line tanpa peningkatan progresif dalam penggunaan.
Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan yang berlebihan dapat menjadi karakteristik dibedakan dari orang-orang yang mengembangkan ketergantungan untuk on-line penggunaan. aplikasi Digunakan Internet itu sendiri adalah istilah yang mewakili berbagai jenis fungsi yang dapat diakses on-line. Tabel 1 menampilkan aplikasi dinilai sebagai "yang paling dimanfaatkan" oleh Tanggungan dan Non Tanggungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan ada di antara aplikasi internet khusus digunakan antara dua kelompok sebagai Non-Tanggungan terutama digunakan aspek-aspek dari Internet yang memungkinkan mereka untuk mengumpulkan informasi (yaitu, Informasi Protokol dan World Wide Web) dan e-mail. Relatif, Tanggungan terutama digunakan fungsi komunikasi dua arah yang tersedia di Internet (yaitu, chat room, MUD, kelompok berita, atau e-mail).

 IV.            Kesimpulan
Bahwa pendatang baru ke internet mungkin berada pada risiko tinggi untuk mengembangkan pola kecanduan penggunaan Internet. Namun, mungkin mendalilkan bahwa "hi-tech" atau pengguna yang lebih maju menderita sejumlah besar penolakan karena mereka menggunakan Internet telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari mereka. Mengingat bahwa, orang yang terus-menerus memanfaatkan internet mungkin tidak mengenali penggunaan "adiktif" sebagai masalah dan karena itu tidak melihat kebutuhan untuk berpartisipasi dalam survei ini. Hal ini mungkin menjelaskan representasi yang rendah dalam sampel ini. Oleh karena itu, penelitian tambahan harus memeriksa ciri-ciri kepribadian yang dapat memediasi penggunaan internet adiktif, khususnya di kalangan pengguna baru, dan bagaimana penolakan dipupuk oleh praktek didorong.

Daftar Pustaka
Abbott, DA (1995). judi patologis dan keluarga: implikasi praktis. Keluarga di
Masyarakat. 76, 213-219.
American Psychiatric Association. (1995). Pedoman Diagnostik dan Statistik
Gangguan Mental. (Ed 4.). Washington, DC: Author.
Brady, K. (21 April, 1996). Putus meningkat akibat bersih komputer. The Buffalo
Evening News, pg. 1.
Brenner, V. (1997). Hasil survei on-line selama tiga puluh hari pertama. Makalah
yang dipresentasikan pada pertemuan tahunan ke-105 American Psychological Association, 18 Agustus 1997. Chicago, IL.
Busch, T. (1995). perbedaan gender dalam self-efficacy dan sikap terhadap komputer.
Jurnal Pendidikan Computing Research, 12, 147-158.
Cooper, ML (1995). masalah orangtua minum dan penggunaan narkoba remaja

keturunan: efek Moderating faktor demografi dan keluarga. Psikologi Addictive Behaviors, 9, 36-52.

REVIEW JURNAL KECANDUAN INTERNET (TUGAS INDIVIDU)

REVIEW JURNAL KONTROL DIRI DAN KECENDERUNGAN KECANDUAN INTERNET

Herlina Siwi Widiana, Sofiana Retnowati, Rahma Hidayat
Fakultas Psikologi UAD, Fakultas Psikologi UGM, Fakultas Psikologi UGM




Disusun Oleh :
Shaskia Dwi Lestari
Kelas : 2PA08
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma








       I.            Latar Belakang
Penelitian ini ditulis dengan referensi dari peneliti lain yang telah mempublish hasil uji mereka yang berkaitan dengan kecanduan internet ataupun kontrol diri. Menurut Young, kecanduan internet kini sudah menjadi fenomena umum dimana – mana, baik dirumah, kantor maupun sekolah. Bahkan mereka yang mengalami kecanduan akan alkohol memilih melampiaskannya pada internet yang dianggap lebih aman. Pada tahun 1992, American Psychological Association mengemukakan bahwa 6 persen dari pengguna dari internet mengalami internet addict. Dapat dibayangkan jika pada tahun 1999 saja ketika internet merupakan hal yang masih langka sudah bisa membuat penggunanya kecanduan, apalagi ditahun 2004 ketika penelitian ini dilakukan dimana perkembangannya sudah jauh lebih pesat. Mereka yang mengalami intenet addict dapat menghabiskan waktu mereka selama berjam – jam setiap harinya demi melakukan aktivitas online. Maka pantas jika hasil penelitian Young mengatakan bahwa pecandu internet akan mengalami penurunan prestasi akademis, kinerja, bahkan kegagalan rumah tangga.
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kontrol diri dan kecenderungan kecanduan pada internet.

    II.            Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode sebagai berikut:
1.      Metode Dokumentasi, untuk mengungkapkan identitas subjek, lama penggunaan tiap kali online (lalu total perminggunya), aplikasi yang sering digunakan beserta alasan penggunaannya, dan keuntungan menggunakan internet.
2.      Metode Skala, untuk mengungkap kecendrungan kecanduan internet dan kontrol diri.
Sampel/responden adalah 70 mahasiswa jurusan Teknik Elektro UGM semester III ke atas yang berusia antara 18 sampai 24 tahun dan jenis kelamin laki-laki.
Alat ukur yang digunakan adalah Sekala Kecenderungan Kecanduan Internet dan Kontrol Diri.



 III.            Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan dari hasil beberapa pengujian diatas dinyatakan bahwa ada hubungan negatif antara kontrol diri dengan kecenderungan kecanduan internet. Sehingga bisa dikatakan bahwa  tingginya nilai control diri selalu diikut dengan rendahnya kecendrungan kecanduan internet (linier) dan sebaliknya. Hal ini sejalan dengan penelitian Young (1996b) bahwa pecandu internet kehilangan control diri dari penggunaan dari kehidupannya.
Kontrol diri adalah suatu proses pengendalian diri dari perilaku eksesif. Internet, yang notabene merupakan objek yang mampu memberikan kepuasan sangat mungkin membuat penggunaannya menjadi eksesif. Hasil penelitian Funder dan Block  menyatakan keterampilan kognitif dan control impuls berperan penting untuk menunda perilaku yang termotivasi (seperti memakai internet).
Meskipun begitu, pengaruh control diri terhadap kecendrungan kecandua internet hanya sebesar 4,12 persen. Hal ini berarti ada faktor lain yang ikut mempengaruhi seperti kepribadian, lingkungan, interaksional dan situasional. Loytsker dan Aleloo mengatakan individu yang mudah bosan dan kesepian mempunyai kecendrungan yang lebih besar menjadi internet addict. Pecandu internet juga memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi ketika online karena tidak bersinggungan langsung secara fisik.
Berdasarkan penelitian Young menunjukkan bahwa orang yang depresi lebih menyukai internet karena tidak diperlukan perilaku non-verbal, ekspresi wajah, gerak isyarat, kontak mata dan tekanan suara sehingga tidak terlalu menekan. Mereka juga bisa mendapat dukungan sosial, serta pembentukan citra diri yang baru. Mereka dapat bertukar pembicaraan, menjadi pemberi nasihat tanpa takut opininya ditolak.
Pada tahun penelitian ini dilakukan (2004), internet masih menjadi alat komunikasi baru sehingga control diri pada penggunanya masih terbilang cukup. Selain itu sampling juga dilakukan tidak terlalu luas sehingga untuk sampling dari populasi lain (misal wanita 22 tahun keatas) mungkin menunjukkan hasil yang berbeda.



Ahli-ahli psikologi yang lain (Suler, 1996) menyatakan tanda-tanda kecanduan internet sebagai berikut :
1.      Perubahan gaya hidup yang drastis untuk menghabiskan waktu dalam internet yang lebih banyak,
2.      Penuh aktifitas fisik secara umum,
3.      Sikap mengabaikan kesehatan sebagai akibat aktivitas internet,
4.      Menghindari hidup yang penting untuk menghabiskan waktu yang lebih banyak dalam internet,
5.      Kurang tidur atau mengubah pola tidur untuk menghabiskan waktu dalam internet yang lebih banyak,
6.      Penurunan sosialisasi yang mengakibatkan kehilangan banyak teman,
7.      Mengabaikan keluarga dan teman,
8.      Menolak memperpanjang waktu yang tidak digunakan untuk internet,
9.      Mengidamkan waktu yang lebih pada komputer,
10.  Mengabaikan pekerjaan dan kewajiban personal.
Suler mengkategorikan pengguna internet menjadi dua. Pertama, Pengguna Internet yang Sehat, yaitu pengguna internet yang melakukan aktivitas online tidak berlebihan, menggunakan fasilitas internet untuk hal – hal yang penting dan berkomunikasi dengan kerabat seperlunya dengan internet (lebih banyak secara face to face). Kedua, Pengguna Internet yang Tidak Sehat, dimana mereka sudah menganggap bahwa dunia maya dengan dunia nyata adalah hal yang terpisah dan sulit untuk dipadukan. Mereka menganggap bahwa dunia maya adalah dunia tersendiri yang tidak bisa mereka ceritakan pada orang sekitar dan mereka lebih menyukainya, menghabiskan waktu berjam – jam untuk online.
Sedangkan Young membedakan pengguna internet menjadi dua, yaitu Non Dependent (pengguna internet normal) dan Dependent (pengguna internet adiktif). N-dependent menggunakan internet untuk kepentingan pekerjaan atau pendidikan, serta menjaga hubungan yang sudah terbentuk lama melalui komunikasi elektronik. Pengguna internet tipe ini menghabiskan waktu online 4 sampai 5 jam perminggu. Dependent menggunakan internet untuk hampir semua aspek komunikasi dan hiburan di hidup mereka. Mereka akan berkomunikasi, bertukar pikiran, dan mencari hiburan lewat internet. Penggunaan internetnya mencapai 20 hingga 80 jam perminggu, paling lama 15 jam per sesi online (16 kali lipat dari tipe N-Dependent).
Berdasarkan penelitian dari Carnegie Mellon University, individu yang menjadi kecanduan akan internet mempunyai resiko tinggi untuk mengalami depresi. Mereka yang banyak menghabiskan waktu berjam – jam di dunia maya cenderung depresi karena tidak melakukan human contact (Hawari, dalam Komputek, 1999). Ketika online, mereka merasa bergairah, senang, bebas, serta merasa dibutuhkan dan didukung. Sedangkan sebaliknya, ketika offline, mereka merasa kesepian, cemas, tidak terpuaskan, bahkan frustasi.
Sebagaimana pecandu alcohol, subjek yang diteliti dalam penelitian Young akan menghindari aktivitas lain yang mengurangi waktu online mereka, karena mereka merasakan kegembiraan yang unik ketika online. Kecanduan internet juga membuat mereka sering berbohong mengenai waktu penggunaan internet, merasa gugup ketika online bahkan membayangkan untuk segera online. Hal ini membuat mereka mengalami masalah dengan pekerjaan, keuangan, serta sosialisasi.
Faktor yang membuat mereka menjadi internet addict antara lain adalah:
·         Interaksi antara pengguna internet dalam komunikasi dua arah
·         Ketersediaan fasilitas internet
·         Kurangnya pengawasan
·         Motivasi individu pengguna internet
·         Kurangnya kemampuan indiviu dalam mengontrol perlaku
Sebenarnya, setiap individu mempunyai kemampuan untuk mengontrol perilakunya masing – masing. Rodin (dalam Sarafino, 1990) mengungkapkan kontrol diri adalah perasaan bahwa seseorang dapat membuat keputusan dan mengambil tindakan yang efektif untuk menghasilkan akibat yang diinginkan. Sehingga bisa dikatakan individu dengan kontrol diri yang tinggi mampu mengarahkan perilaku mereka kearah yang konsekuensinya lebih positif.
Kontrol diri melibatkan tiga hal. Pertama, memilih dengan sengaja. Kedua, pilihan antara dua perilaku yang bertentangan; satu perilaku menawarkan kepuasan dengan segera, sedangkan perilaku yang lain menawarkan ganjaran jangka panjang. Ketiga, memanipulasi stimulus agar satu perilaku kurang mungkin dilakukan sedangkan perilaku yang lain lebih mungkin dilakukan (Skiner dalam Calhoun dan Acocella, 1990). Hal ini membuat perilaku individu menjadi lebih terarah.

Oleh karena itu, seseorang yang memiliki kontrol diri tinggi dapat menyeimbangkan dan mendisiplinkan dirinya dalam hal penggunaan internet. Mereka dapat mengatur perilakunya dengan bijak sehingga tidak online secara berlebihan dan tidak mengalami kecanduan.

 IV.            Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada korelasi negatif yang signifikan antara control diri dengan kecenderungan kecanduan internet sehingga dapat dikatakan semakin tinggi control diri maka semakin rendah kecendrungan kecanduan intenet dan sebaliknya, semakin rendah kontrol diri maka semakin tinggi kecenderungan kecanduan internet.

Daftar Pustaka
Anonim. 1999. Dari Sulit Tidur sampai Ngeseks. Jawa Pos. 1 Oktober 1999.
______. 1999. Dibuka, Terapi Bagi yang Kecanduan Internet. Jawa Pos. 1 Oktober
1999.
______. 1999. Bahaya Kecanduan Internet. Komputek. Minggu IV Oktober 1999.
______ . 1999. Bagaimana Internet Bisa Jadi Candu. Komputek. Minggu IV Oktober
1999.
______ . 1998. Para Pecandu Internet Sering Tunjukan Kelainan Psikiatrik. Suara
Merdeka. 7 Juni 1999.
Calhoun, J. F. & Acocella, J. R. 1990. Psychology of Adjustment and Human
Relationship (3rd ed). New York : Mc Graw Hill.
Diekhoff, G. 1992. Statistical For The Social And Behavioral Science : Univariate,
Bivariate, Multivariate. USA : Wm C Brown Publisher.
Elfida, D. 1995. Hubungan Antara Kemampuan Mengontrol Diri dan Kecenderungan
Berperilaku Delikuen Pada Remaja. Skripsi tidak diterbitkan.
Yogyakarta : Fakult